( + semangat pascatujuhbelasan #1/2 )
Beda nasib dengan ‘dekade’ (dasawarsa), ‘abad’ atau ‘milenium’ (yang bahkan punya ‘milenial’ untuk kata sifatnya), lustrum (arti: pancawarsa) adalah istilah yang jarang sekali diujar orang (kecuali mungkin di perguruan tinggi, sesekali).
Toh, meski bukan kosakata populer, lustrum mewakili satu rentang waktu yang acap dianggap pas untuk mengevaluasi sesuatu (dari ‘balita’, periode jabatan strategis hingga jargon sospol tempo doeloe seperti [RE]PELITA—banyak hal menggunakan ‘lima tahun’ sebagai patokan).
Maka agak kaget juga ketika bulan lalu dapat notifikasi WordPress yang ini:
Baru usia kanak-kanak kalau manusia, tetapi rasanya sudah tidak belia lagi untuk sebuah blog. Lalu seberapa ‘dewasa’ ya, blog ini? Secara mental, ada banyak acuan kedewasaan. Misalnya:
– cerdas (akal budi sudah cukup berkembang, bijak/luwes pakai akal sehat)
– punya skala prioritas (menakar bobot/urgensi kepentingan)
– realistis (bisa kompromi/berdamai dengan kenyataan/ketidakidealan)
– punya prinsip (nilai-nilai yang dipegang teguh—kolektif: Pancasila)
– suka belajar dari pengalaman (langsung/tidak langsung)
– mampu dan mau mengevaluasi diri sendiri (mengenali plus-minus diri)...
Akan tetapi ulang tahun blog seperti ini jelas terlalu tidak penting untuk dievaluasi seserius itu. Yang lebih penting dievaluasi—wajib malah, adalah ulang tahun yang ini (yang baru kemarin):
Yang [jika dicatat dengan satuan lustrum] antara lain punya ‘riwayat hidup’ begini:
[15 lustrum] Bahwa setelah merdeka pun gangguan terus ada—termasuk dari dalam negeri sendiri seperti PKI (yang menjual paham komunisme) dan DI/TII (yang mengatasnamakan agama/Tuhan), yang bagusnya semua bisa patah karena kita berpegang teguh pada Pancasila (NKRI yang ‘Bhinneka Tunggal Ika‘—bukan negara komunis/agama seperti mau PKI–DI/TII).
Pertanyaannya lalu adalah: Apakah dengan semua pengalaman kolektif itu (puluhan lustrum sebagai bangsa plus belasan lustrum lagi sebagai bangsa dan negara) kita kini sudah dewasa?
Ini tentu tergantung bagaimana orang mau melihat. Toh, sekadar untuk memudahkan fokus dan sense of urgency, cakupan situasinya bisa kita batasi hanya dalam satu lustrum terakhir. Dan guna menjaga perspektif, contoh poin/kasusnya bisa kita dekati dari dua sisi berbeda.
Contohnya begini,
Lembaga pendidikan tinggi ada di mana-mana, gelar sarjana (pun yang lulusan luar negeri) sudah bukan barang langka. Namun aneh tapi nyata, klaim ‘mampu menggandakan uang’ selalu saja ada yang percaya (bahkan orang mengaku beroleh kantong ajaib Doraemon pun bisa sampai punya ‘murid’/pengikut fanatik segala—mukjizat dari Tuhan, katanya).
Kesimpulannya, seiring berbagai kemajuan, revolusi mental memang perlu adanya.
*****
Jadi pilihannya ada di tangan kita. Di 73 tahun usia, mau bagaimana—terus seperti anak-anak (nan mudah dibodohi), atau bernyata upaya jadi lebih dewasa (mewariskan sejarah lebih baik bagi generasi berikutnya). Dan biar tak lupa, ada baiknya sedikit refleksi, atas sebuah prestasi:
Tahun 1998 (baru 4 lustrum lalu) kita reformasi. Tahu kenapa?
Mari satukan hati, setiap Tujuh Belas Agustus, NKRI harus terus ulang tahun. Ini harga mati.
*****
(Juga tentang kedewasaan/pendewasaan kolektif → ‘kompeni‘)
——————————————
CATATAN
Tidak dimaksudkan sebagai angka presisi, ’70 lustrum’ sekadar konversi numerik dari 3,5 abad atau 35 dekade—yang notabene juga cuma merupakan angka pembulatan (idem ’15 lustrum’).
SINGKATAN (KRONOLOGIS)
● Balita – bawah lima tahun (kadang disebut ‘usia prasekolah’)
● Sospol – sosial-politik
● [RE]PELITA – [Rencana] Pembangunan Lima Tahun
● PKI – Partai Komunis Indonesia
● DI/TII – Darul Islam (‘Rumah Islam’)/Tentara Islam Indonesia
● NKRI – Negara Kesatuan Republik Indonesia
● SARA – suku, agama, ras dan antargolongan
SARAN BACAAN
● “Mengapa Dimas Kanjeng mampu himpun ribuan anggota?” (Heyder Affan, BBC News)
● “PKI Itu Pocong, DI/TII Adalah Begal” (Eko Kuntadhi, Geotimes)
● “Upaya KPK Berantas DI/TII” (Fathoni Ahmad, NU Online)
SARAN TONTONAN (7 menit)
—KK—
Happy Independence Day! And Happy Anniversary with WordPress! All the best! 🙂
Thank you very much, Simona. Twice. 🙂 All the best!
Menarik sekali ….gooogle translate … lustrum dari dutch 🙂
Halo Therese! Wow, kejutan yang menyenangkan. Terima kasih! 🙂
There was a good chance that the word came to Bahasa through the Dutch language/people, I guess. Again, much appreciated. 🍸
Reaching an anniversary, is always a source of pride for continuing to provide the best of you in your blog. Congratulations.
How encouraging! Many thanks for the support, Manuel. May we all keep doing that for as long as we can. 🍸
Kata lustrum sekarang jadi barang antik. Bahkan perguruan tinggipun jarang menggunakannya.
Kayaknya begitu Uda, entah kenapa kata ini seperti tidak pernah diminati orang (sebagai kosakata dalam bahasa Inggris nasibnya juga kurang lebih sama).
Jadi ingat waktu pertama kali sua (masih SMP/SMA). Ada mahasiswa bawa tas yang ada tulisan ‘lustrum’-nya. Sudah bawaan orok, kalau ketemu kata yang menarik, saya nanya. Eh, lha kok si mahasiswanya sendiri malah mikir.. Ada-ada saja. 🙂
Kalau saya ingat tahun 1990-an. Begitu banyak tulisan besar untuk kata lustrum di kampus ketika jurusan, fakultas, bahkan universitas saat berulang tahun yang berperiode lima tahun.
Nah, kalau ada yang menggunakan kata lustrum untuk memperingati hari kelahiran itu keren.
Btw, saya sudah update blog. Ada posting baru setelah satu tahun dua bulan lebih blog dibiarkan gak diperhatikan.
Terima kasih alrisblog. Waktu lekas sekali berlalu memang, tahu-tahu sudah lima tahun. Entah kenapa kok trus saya jadi melustrumkan
jamtahun tayang hehe.. Mungkin karena ngeblog itu seperti bagian dari ajang pembelajaran diri..OK, segera cek lokasi.
Time flies. Congratulations. =)
It sure does, Wayfarer. And in no time at all, at that. 🙂 Thanks!
Complimenti…….grande traguardo.
Thank you worldphoto12. May you keep connecting people through photography. 🍸
BUON FINE SETTIMANA
Saya kenal lustrum ketika ada perguruan tinggi sedang merayakan ulang tahunnya. Tapi baru kali ini tahu artinya.
Selamat. Semoga tetap ngeblog biarpun sudah nggak jamannya.
Terima kasih q.thrynx. Eranya twit/insta/youtube dll gitu kayaknya ya.
Mungkin ngeblog cocok buat saya yang jadul dan woles. 🙂
Congratulazioni!
Congratulations!
Grazie mille!
Thank you very much! 🙂
From my perspective, the maturity of a nation is a truly strange thing. Consider that USA is well over 200 years old, yet few of the buildings are more than a hundred years old. Some on the East Coast might be up to 500 years old. Then there is a huge jump with very few artifacts, most of which are per-historic in nature.
Most of the people around me trace their heritages to Europe where their distant relatives might be living in a castle over a thousand years old.
And then there is Indonesia, where the nation as a political form is younger than I am, but the heritage is largely unbroken and can run back a couple thousand years. The country is young, but the culture is mature.
As to blog age – five years is like a grade school kid.
A strange and complex thing indeed, for we cannot measure a country’s maturity merely from the day of ‘independence’ (and acknowledged by others as such).
And aye! Perspective-wise (mine, that is), America must have been a quick learner—while comparatively being young (say, surely not as old as Europe), you sure knew how to make a fresh start, and grew, and caught up to the same level of maturity as those of the older guys’ (something Indonesia still have a lot to learn, I guess). Kudos to you, really. 🍸
By the way, now you make me wonder how many people there are in my lineage that lived in ‘keraton’ (Javanese palace).. 🙂
Many thanks for your quite insightful comment, Alice. Cheers!
Ah! “Review” inserted itself when I wasn’t looking! Stupid auto fill.
USA got very lucky in a lot of ways. Resources, politics, culture all came together in just the right way for development. Unluckily, it included a heavy tole on the people already living here when Europeans invaded. We are still dealing with the fall out from that.
Ah yes, that. [Big] things often come at a price, which is not always fair—especially to those who [are forced to] ‘pay for it’ (if you excuse my expression).
[Be it as individuals or some massive collective like a nation—yours or mine, for instance] Nobody’s perfect, I guess. Then again, that kind of self-assessment you’ve just said is a crucial faculty we’d better not live without (or we would ignorantly make the same ‘big-no-noes’ again, if otherwise).
So yeah, the way I see it, USA got very lucky—and you’re entitled to it.
PS: I’m making a mental note about all this, for I guess you’ve just inspired me to write a topic that [in one way or another] has something to do with ‘collective awareness’. Thanks again, Alice. Always been a pleasure to have a chat with you. 🍸