FPS (frames per second)

( senam literasi #2/3, + cari jodoh film-teks )

Kalau sekian gambar yang cuma beda-beda dikit kita lihat secara [nyaris] bersamaan, efeknya adalah sebuah ilusi gerak. Contohnya aksi khas Lionel Messi yang ada di flipbook berikut ini:

Lionel Messi magic Copa Del Rey 2015

(Sumber: Wikipedia, karya: Harun Uğur)

Dari ‘gambar mati jadi hidup’ ini kemudian lahir istilah FPS (frames per second) yang arti atau pengertiannya mengacu kepada berapa banyak gambar (frames) yang tayang dalam satu detik.

Sehingga bisa dibilang apa pun medianya,

🎞 📽 📺 📀 💻

Semua film (gambar bergerak) ada satuan FPS-nya. Contoh:

23,976 FPS (dua puluh tiga koma sembilan-tujuh-enam frames per detik)
24,000 FPS (dua puluh empat frames per detik)

Dan mengetahui angka tsb sungguh bisa bikin menonton jadi pengalaman berharga..

*****

Ketemu duo kece

Misalkan saat sedang lapar tontonan sehat kita dapat dua ‘kuliner visual’ ini:

The Story of Everything ialah riwayat tentang segala sesuatu yang fana—dari ujung ke ujung. Fakta sains, opini, mimpi, dengan taburan sambal humor dari Stephen Hawking dalam bahasa orang kebanyakan—bahasa kita-kita. Gampang dicerna, sonder matematika, no pusing kepala.

the story of everything

Jagad Raya – sebuah ‘gambar bergerak’ yang terdiri dari titik-titik Galaksi

Dengan narator asyik Benedict Cumberbatch (The Imitation Game) dan ilustrasi musik/suara pas serta visual menarik namun tetap substantif (tidak lebay seperti kebanyakan film sejenis), ini adalah video ‘wajib tonton’ bagi siapa pun yang ingin sedikit melek tentang Alam Semesta.


‘Orang Itali’ ialah julukan anak-anak panti kepada Vanya, bocah yang tinggal menghitung hari berangkat diboyong keluarga kaya—pergi dari kenestapaan di Rusia ke hidup mulia di Italia.

film anak rusia

Итальянецngerti dan peduli [dunia] anak, tanpa kesurupan beri nasihat

‘Film tentang anak’ yang tidak untuk ditonton anak kecil (lebih tepat untuk remaja-dewasa), yang secara pribadi termasuk film paling favorit—jauh di atas umumnya ‘standar Hollywood’.

Video pertama (yang dalam bahasa Inggris) ‘CC’-nya rada nyebelin (‘Hawking’ ditulis ‘Falken’, mis) sedangkan film kedua (yang dalam bahasa Rusia) bahkan hadir tanpa teks sama sekali.

Solusinya? FPS—frames per second(!)

Cari pasangan yang sesuai

Diurutkan dari awal, tahapan cari jodoh (film/teks) itu kurang lebih begini:

#1 unduh dulu videonya
#2 setel
#3 cek FPS-nya
#4 cari pasangan teksnya (di situs subtitles, pakai acuan FPS)
#5 jodohkan (video dan teksnya)

#1 serta #5 sudah dibahas di artikel ‘teks (subtitles/captions)’. Tinggal perlu bahas sisanya. Jika saat nyetel kita klik kanan, lazimnya akan muncul menu—dari mana kita lalu bisa cek FPS:

cara cek FPS video atau film

Frame rate – informasi FPS di penyetel gratisan PotPlayer

Setelah dapat besaran/angka FPS-nya, kita matikan player, lalu lanjut ke situs penyedia teks (favorit pribadi ya Podnapisi). Masuk ke halaman ‘search’, dan inputkan data yang diperlukan.

cara cari teks untuk film video

Podnapisi – halaman search guna mencari teks (Klik untuk versi besarnya)

Judul-tahun, bahasa dan FPS—yang empat ini sering sudah cukup (yang lain biarkan kosong). Awalnya mungkin kagok, tetapi seiring waktu kita akan kian fasih mencari teks yang kita mau. Dan karena ini cuma contoh, untuk dua film di atas Pembaca tidak perlu repot-repot mencari.

● untuk teks video Stephen Hawking, pakai ini
● untuk teks film bocah Rusia, bisa gunakan ini

Buka kedua file teks tsb dengan WinRAR, lalu ke #5. Untuk “The Story of Everything”, tugas kita tinggal bersenang-senang. Untuk “Итальянец”, masih ada sedikit PR—teks si bocah Rusia telat 9,5 detik, jadi perlu dimajukan 9,5 detik pula (dan ini bisa dilakukan secara mudah dari player).

menggeser teks di potplayer

PotPlayer – memundur/majukan teks (Klik untuk versi besarnya)

Selamat menikmati.

Melongok alternatif

Amerika Serikat, India, Hong Kong, Jepang (anime) dan Korea Selatan (sinetron).

Baik di layar perak atau kaca, boleh dibilang industri perfilm[asing]an di Indonesia dirajai oleh lima negeri tsb (dengan produk yang notabene bukan merupakan karya-karya terbaik mereka). Sebuah ‘realitas rutin’ yang bikin orang lupa—jika di planet ini ada banyak negeri. Banyak film.

Sekadar menyebut beberapa (tanda ‘+’ berarti ada peran dari satu atau lebih ‘negeri’ lain):

Afghanistan +
Amerika Serikat
Argentina +
Armenia +
Azerbaijan
Belanda
Bhutan +
Brasil +
Bulgaria +
Burkina Faso +
China/Hong Kong
Hungaria
India
Indonesia +
Iran
Islandia
Israel +
Jepang
Jerman
Kazakhstan
Kongo (Rep. Dem.) +
Lebanon +
Meksiko +
Mesir
Mongolia +
Prancis
Selandia Baru +
Senegal
Serbia
Spanyol +
Swedia +
Turki
Uruguay +
Yordania

Osama (2003 Siddiq Barmak) ⭐️
American Beauty (1999 Sam Mendes) ⭐️⭐️⭐️ !
L’homme Sans Tête (2003 Juan Diego Solanas) ⭐️
Vodka Lemon (2003 Hiner Saleem) ⭐️
Absurdistan (2008 Veit Helmer) ⭐️⭐️
Father and Daughter (2000 Michaël Dudok de Wit) ⭐️⭐️⭐️⭐️
Phörpa (1999 Khyentse Norbu)
Central do Brasil (1998 Walter Salles) ⭐️
Iztochni Piesi (2009 Kamen Kalev)
La Nuit de la Vérité (2004 Fanta Régina Nacro) !
Kekexili (2004 Lu Chuan) ⭐️
Teströl és lélekröl (2017 Ildikó Enyedi) ⭐️⭐️ !
Pather Panchali (1955 Satyajit Ray) ⭐️⭐️⭐️
Opera Jawa (2006 Garin Nugroho) ⭐️⭐️ !
Jodaeiye Nader az Simin (2011 Asghar Farhadi) ⭐️⭐️⭐️
Á Köldum Klaka (1995 Friðrik Þór Friðriksson)
Vals Im Bashir (2008 Ari Folman) ⭐️⭐️ !
Madadayo (1993 Akira Kurosawa) ⭐️⭐️⭐️
Lola Rennt (1998 Tom Tykwer) ⭐️
Tulpan (2008 Sergey Dvortsevoy)
Pièces d’Identités (1998 Mweze Ngangura)
Sous les Bombes (2007 Philippe Aractingi) ⭐️ !
El Mariachi (1992 Robert Rodriguez) ⭐️⭐️
Omaret Yakobean (2006 Marwan Hamed) ⭐️
Die Höhle des gelben Hundes (2005 Byambasuren Davaa) ⭐️⭐️
Angel-A (2005 Luc Besson) ⭐️ !
Whale Rider (2002 Niki Caro) ⭐️⭐️⭐️
Xala (1975 Ousmane Sembène) ⭐️⭐️
Sedam i Po (2006 Miroslav Momcilovic) ⭐️
El Laberinto del Fauno (2006 Guillermo del Toro) ⭐️⭐️ !
Lilja 4-ever (2002 Lukas Moodysson) ⭐️⭐️⭐️⭐️
Üç Maymun (2008 Nuri Bilge Ceylan) ⭐️⭐️ !
El Baño del Papa (2007 César Charlone)
Captain Abu Raed (2007 Amin Matalqa) ⭐️

Menentukan ‘kewarganegaraan’ atau ‘paspor’ sebuah film kadang tidak mudah. Misal jika kita punya proyek film tetapi butuh bantuan teman kita yang orang Prancis untuk FX (effects)-nya, BISA saja filmnya kita labeli ‘Indonesia-Prancis’. Akan tetapi proyek lain yang ada mengambil shooting di Vientiane TIDAK otomatis menjadikan filmnya pantas diberi KTP ‘Indonesia-Laos’.

Kabar baiknya adalah, semua film (dengan model tutur/nalar dan karakter yang berbeda dari ‘keanekaan semu’ yang biasa ditawarkan bioskop/TV) tsb kini bisa kita akses. Lewat internet.

Tanpa perlu takut soal bahasa—sebab kita sudah tahu, bagaimana cara cari teksnya.

*****

“You are what you eat”, kata orang sana.

Makanan ‘membentuk seseorang’ (bercerita akan konsumennya), begitu kira-kira maksudnya. Artinya jika tontonan (baca: film) kita anggap sebagai ‘konsumsi visual’, kita juga bisa bilang:

We are what we watch

Nonton memang bukan cuma urusan hiburan, sebab banyak yang bisa kita dapatkan dari sana (wawasan pun kemampuan menangkap pesan/mengenali bobot-mutu secara cepat, misalnya).

Dan variasi pilihan konsumsi kita sekarang praktis jadi tidak terbatas..

Karena apa pun genre atau bahasanya (dan dari mana pun asalnya), jika suatu film memenuhi standar kualitas tertentu/punya pengakuan internasional, hampir pasti teks Inggrisnya sudah dibikin orang—yang mana itu bisa ditemukan(!) Alias, meminjam ‘ungkapan literasi’ dari #1/3..

🔒 🎬 🔓

Paham soal FPS membuat sebuah dunia baru jadi terbuka.

——————————

CATATAN

Kalau senam #1/3 fokus kepada [fasilitas] teks yang terdapat pada video YouTube, senam #2/3 ini coba menjawab apa yang bisa kita perbuat kalau mendapatkan film asing yang tanpa teks.

Agar konsisten dengan istilah ‘FPS’, untuk satuan waktu dipakai hh:mm:ss (ala Inggris). Tetapi agar tak rancu dengan penanda ribuan, untuk penanda desimal dipakai koma (ala Indonesia).

Rata-rata player gratisan (Media Player Classic, PotPlayer, VLC dll) juga dilengkapi dengan fitur untuk ‘cek FPS’ (s.d. tiga digit di belakang koma). Yang beda adalah sistem menu/navigasinya.

Meski telah diseleksi yang kira-kira aman ditonton oleh 18 th ke atas (perkiraan usia pembaca blog ini), viewer discretion (‘kematangan pemirsa’) amat dianjurkan untuk yang bertanda ! .

Di sini grade sebuah film diukur dengan bintang (angka sekadar sebagai pembanding kasar) yang terbagi dalam lima kategori—dengan kategori kelima adalah yang tidak dapat bintang (yang TIDAK otomatis berarti jelek, sebab yang ada di daftar tsb semuanya worth watching):

⭐️⭐️⭐️⭐️
⭐️⭐️⭐️
⭐️⭐️
⭐️

luar biasa bagus
bagus
menarik/berkarakter
cukup/lumayan

91+
81–90
71–80
56–70

Father and Daughter di YouTube umumnya yang versi 9 setengah menitan (sebagian bahkan dengan musik/musisi yang berbeda). Kalau ingin yang versi 8 menitan dengan original music oleh Normand Roger, bisa unduh dari sini (pilih yang slow download—cuma 19,8 MB).

Tips mudah cari info/referensi seputar film: intip festival (Berlin, Tokyo, Cannes, London dsb), pantau blog film, atau lacak sendiri dari film (sutradara/artis/penulis naskah) yang kita sukai. (Sungguh, yang susah itu bukan cari film yang ‘layak tonton’, tetapi cari waktu buat nonton) 🍸

Bukan cuma sekali Messi melakukan sihir yang serupa dengan yang di flipbook di atas. Tetapi kalau lihat detailnya, itu adalah yang di final Copa del Rey 2015 antara Barça – Athletic Bilbao.

Dan tidak cuma sekali pula tak lama setelah mejeng di blog ini, sebuah video/film menghilang dari YouTube (yang di artikel ‘easy listening’ ataupun ‘register’ itu, misalnya). Jadi untuk semua tautan bergizi di atas ya terserah Pembaca, bagaimana baiknya—mau gercep atau woles. 🙂

REFERENSI
“Into the Universe with Stephen Hawking”, Episode 3: The Story of Everything (2010)
“Italyanets” (Andrei Kravchuk, 2005)
● Dokumentasi pribadi

EKSTRA

Sedikit ngulik (buat yang hobi ‘berburu film’)

Cari pasangan teks/film sesuai FPS ibarat menaruh transparan peta di atas dokumen aslinya. Kalau ukuran keduanya identik, detailnya bakal cocok. Kalau berbeda, gambarnya jadi kacau.

Atau jika secara durasi dan timing, ilustrasinya kira-kira seperti ini:

FILM/TEKS
Film
Teks-1
Teks-2
Teks-3 ✅

DURASI (HH:MM:SS)
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

FRAME RATE
25,000 FPS
29,970 FPS
23,970 FPS
25,000 FPS

KETERANGAN (TIMING)

teks terlalu cepat berganti
teks terlalu lambat berganti
teks sesuai audio-visual

Jika tidak sama dengan FPS filmnya, seiring durasi teksnya akan semakin ‘salah timing’ (meski start-nya bareng, teks-2 baru sampai Messi gocek bola saat filmnya telah sampai ia cetak gol).

Jadi itu kenapa saat cari teks kita acap tak cukup cuma modal judul tetapi juga perlu angka FPS. Toh, kasus Итальянец (transliterasi: Italyanets → Inggris: The Italian, Indonesia: Orang Itali) di atas menunjukkan bahwa kesesuaian FPS (antara film-teks) pun kadang masih menyisakan PR:

Sinemanya
Teksnya

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ 9,5 s
9,5 s ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

25,000 FPS
25,000 FPS


timeframe ✅ , timestamp

DURASI (total hh:mm:ss-nya) sama tetapi CATATAN WAKTU (penunjuk hh:mm:ss-nya) berbeda sebab teksnya terlambat mulai. (Dan jika dibiarkan, akan terus lat 9,5 detik sampai akhir film)

Atau jika pakai analogi transparan peta: ukurannya sudah sesuai tetapi posisinya perlu sedikit di-shift (digeser) ke kiri agar tepat berada di atas dokumen aslinya sehingga detailnya ketemu.

Dan secara umum, ada tiga pilihan cara untuk menggeser (shift) ‘balok kuning tua’ di atas:

♦ dari player (seperti pada bagian ‘cari pasangan’ di atas)
♦ pakai software (misalnya SubtitlesSynch, program ajaib 60 KB karya David Cohen)
♦ lewat situs (macam SubShifter)

Kalau perlu, peruntukan frame rate-nya pun bisa diubah (dari 30,000 FPS jadi 15,000 FPS, mis). Tetapi sebelum melakukan ini, baiknya pahami benar dulu ‘logika balok’ [empat warna] di atas.

Prinsipnya ialah, jika teksnya ada, maka itu bisa dimanfaatkan.

(#nonton biar sehat)

—KK—

13 thoughts on “FPS (frames per second)

  1. I see… I see… *melonjak-lonjak kegirangan
    (but the other side of my brain keep telling me “tak semudah itu Fergusooo…” karena setiap mau nonton film yang subtitles-nya acakadut muncul sekehendak perutnya, aku harus nengok dulu arsip Yang Dipertuan Agung ini…)

    However, sebuah dunia baru telah terbuka. Well, thanks… 😍

    Huehehehe.. Nina bisa aja. Eh tapi serius ya, yang rule/step number one itu sakral banget: pokoknya unduh dulu pilemnya, selagi ada :mrgreen: (urusan lain belakangan). Jadi buruan untuk yang empat itu (duo kece—masing-masing saya kasih ⭐️⭐️⭐️ , plus dua lagi yang di daftar—”L’homme Sans Tête” dan “Captain Abu Raed”).

    Oya, yang Kapten Abu sudah pakai teks, jadi CC-nya nggak perlu diunduh. 🍸

  2. Waktu sering pakai torrent dulu, mencari subtitle ini tantangan banget, KK. Apalagi kalau filmnya nggak berbahasa Inggris. Favorit saya opensubtitle untuk film luar. Film Indonesia, Indowebster. 😀 Cuma, setelah berhasil menemukan subtitle yang cocok, rasanya sebuah prestasi banget.

    (Cuma, sekarang pencarian film agak kurang menantang karena sudah ada Netflix dan warnet yang membuka permintaan film dari klien. :D)

    Omong-omong, ilustrasi FPS paling atas itu bikin saya ingat masa-masa SD. Sering juga bikin “film kartun” di pojok buku tulis, meskipun tak sekompleks kartun tarian Messi itu. Tapi, ya, karena masih zaman tustel, belum bisa diabadikan dan dipamerkan. 😀

    SD sudah nge-flipbook?? Wuah, keren sekali! Seumur-umur saya belum pernah. Dan kayaknya nggak bakal pernah, nggak bisa nggambar soalnya Haha..

    Situs Opensubtitles sempat jadi andalan saya juga dulu waktu awal-awal hobi hunting. Tapi memang sih, sekarang cari film rasanya sudah tidak semenggairahkan dulu lagi. Lha wong dalam sekejap satu film sudah bisa masuk harddisk :mrgreen: Mungkin yang masih relatif menantang itu cari film ‘sincere’ yang benar-benar berkualitas. Dan ranking di festival ataupun ulasan/rekomendasi ‘ahli’ sering tidak berarti apa-apa karena mereka bagian dari industri (dan seorang movie buff suka punya penilaian sendiri yang bisa amat berbeda dengan industri).

    Tahun 2006 dulu saya beruntung nemu akunnya seorang prophet film (di situs Rusia, kalau tak salah orang sana juga). Koleksinya ampun beribu ampun gitu deh (baik secara kualitas, kuantitas maupun variasi genre/durasi/bahasa). Dan dia mau berbagi(!) Sayang setahun kemudian dia pensiun. Lalu nemu yang orang Prancis, kira-kira ‘ilmunya’ 75% dari si Rusia (artinya udah sakti banget). Eh, pensiun juga.

    Sampai hari ini belum nemu lagi yang selevel dewa gitu.

  3. that’s an amazing drawn animation in that GIF.

    Yes, indeed. The determination and the outcome do amaze me. All the more so that Harun did that from this (and retained the grandeur):

    sihir Messi

    Sihir Messi – Copa del Rey, Final 2015

  4. It never ceases to amaze me the continual evolution of the world we live in ~ where once I was a tech-savy and creative soul I now find myself being awed by the talents and advances all around me 🙂 It is beautiful to see, and makes me want to jump right in. Cheers to you, and wishing you well. Take care ~

    Then I suspect we must belong to the same club—in a way, that is (for I’m also in awe of those who can see ‘the essence of things’ in their life, daily or otherwise). 🙂

    Welcome back, and good to see you again, old chap. (I’ll check Machu Picchu later tonight, it’s still 4:20 am right now) 🍸

  5. Everything is very advanced technology, so I am discontinued in this matter. I go to the usual in terms of movies because my gray hair no longer gives me that much. What I can say is that you have a great blog. Everything that youth want to find with new formats, is here.
    Greetings
    Manuel Angel

    Thank you Manuel. May you find the good movies out there in ways that suit you best. By the way, gray is great, I guess. My hairline is getting higher. 🙂 Cheers!

  6. Nah ini suguhan racikan pakar dan penikmat film.
    Secara teknis selalu kagum dengan peracik gambar statis menjadi suguhan dinamis. Kebayang gambar komik silat bisa dinikmati ciaat…jreeng….. berapa banyak gambar yang disuguhkan secara sekuel.

    Terima kasih Mas Kuka.

    Sami-sami. Wah karena Bu Prih mbahas komik silat saya jadi ingat Teguh Santosa. Karakter komiknya Indonesia banget (rata-rata era kerajaan Hindu), model konfliknya jauh melampaui bin mendahului jamannya, termasuk bahkan jika dibandingkan dengan komik Barat (kebetulan saya mantan penggemar komik dan ada sedikit koleksi digital gitu), dan goresan gambarnya one of a kind di dunia. Kalau difilemkan bisa keren sekali. Sayang kita orang Indonesia sendiri sepertinya lebih suka menjiplak karakter Jepang/Marvel/DC dan lalu diberi label lokal. Ihik!

  7. I’m loving the moving imagery! Do you have a translate option in your menu? If not you can add a google translate option. I’m looking forward to reading ⭐️

    Hi Stacie! Thank you. The Google Translator is on the top of the sidebar (right under the swing image). Glad seeing you here. 🍸

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.