( + kenangan tembang lawas #2/2 )
Bukan cuma sekali manusia pernah kirim wahana ke Bulan. Toh, yang dilakukan China adalah sesuatu yang kebilang baru—berkeliaran dan bereksperimen di the dark side of the Moon.
Tetapi sebelum lanjut, mari kita lihat dulu olahraga ‘lontar martil’ (hammer throw).
Sudah jadi semacam jurus, untuk mendapatkan modal tenaga dan menciptakan momentum, [sebelum melontar] si atlet berputar sekian kali terlebih dahulu sambil mengayunkan martil.
*****
Meski tidak persis-persis amat, momen-momen si atlet berotasi sambil mengayun martil itu lumayan menggambarkan orientasi visual/wajah Bulan (martil) jika dilihat dari Bumi (atlet).
Sebuah kondisi yang dikenal dengan istilah tidal lock—yang menyebabkan hanya sisi Bulan yang itu-itu saja yang menghadap ke Bumi (hanya sisi martil dengan sambungan tali/rantai yang terlihat oleh si atlet). Artinya, separuh permukaan sisanya [selalu] membelakangi kita.
Sisi Bulan yang tidak kelihatan (karena selalu ‘buang muka’) dari Bumi itulah yang kadang disebut orang sebagai “the dark side of the Moon” (maksudnya: ‘sisi Bulan yang misterius’).
*****
Misi the dark side of the Moon China istimewa karena belum pernah ada yang melakukannya sebelumnya (baik berawak atau tidak, selama ini orang melulu mendaratkan wahana di sisi yang tampak dari Bumi—yang secara umum alamnya dianggap jauh lebih ‘bersahabat’).
Sebuah gawe/hajatan nan penting. Satu ‘bab’ dari cerita panjang perjalanan manusia—sejak hidup di gua, bernomaden ria, mengarungi air, menapaki angin, hingga pergi ke luar angkasa.
Sebuah upaya survival, karena sebagaimana manusia yang pasti mati, [dalam skala Semesta] Bumi ini juga pendek usia—entah karena tabrakan (mis ditelan bintang), sakit (mis jadi terlalu rusak oleh polusi) atau tua (mis kelaparan energi gara-gara ditinggal mangkat oleh Matahari).
Alias, kalau tidak mau ikut binasa, kita mesti cari cara untuk pindah
Sebuah ‘tugas’ (fardu kifayah) mengenali keluasan ‘Hamparan Pemberian’ yang wajib terus dikerjakan—dan diestafetkan, dari generasi ke generasi (guna pemahaman yang lebih baik).
*****
Trus, hubungannya dengan ‘lagu jadul’ atawa ‘tembang lawas’?
Secara substansi sesungguhnya tidak ada. Cuma secara pribadi, pertama kali dengar istilah “the dark side of the Moon” dulu dari sebuah judul album grup musik legendaris asal Inggris.
Alkisah, untuk mengisi ‘ruh’ sebuah lagu, grup [yang semua personilnya laki-laki] ini merasa butuh suara perempuan. Dan yang dicoba/audisi (yang direkam langsung) ialah Clare Torry.
Yang [dengan arahan minim] lalu berimprovisasi—dengan suara yang bak membelah langit.
I love Pink Floyd! I love Clare Torry!
*****
—————————————
(Lihat juga penampakan kampung lampu dan video menggarisi Semesta → ‘tahun cahaya’)
CATATAN
Sekali lagi, ‘the dark side’ di sini artinya lebih mengacu kepada ‘sisi yang tidak terlihat’—bukan ‘sisi yang gelap’ (seperti Bumi, seluruh permukaan Bulan juga kena jatah sinar Matahari).
Istilah yang lebih ‘formal’ (sekaligus lebih lugas/mewakili) untuk ‘sisi Bulan yang tak kelihatan’ adalah “the far/hidden side of the Moon” (dengan lawannya “the near side of the Moon”).
Wahana tak berawak China berangkat dari Bumi awal Desember lalu, mendarat di Bulan awal Januari kemarin-kemarin ini (kalender Bumi).
REFERENSI
● Wiki (Tidal locking)
● The Science Geek (Chinese Moon Missions)
● Leonard David’s Inside Outer Space
SUMBER GAMBAR
Encyclopædia Britannica
! VIEWER DISCRETION
Visual deretan album Pink Floyd di akhir video (untuk konteks/penjelasan, lihat ‘toponimi’)
—KK—
Sayangnya yang mendarat tidak berawak ya. Kurang seru hehehe
Nggak berani Phebie, masih unexplored territory (entah perlu berapa kali tes robot terlebih dahulu lagi). Apalagi di the
Dark ForceDark Side resiko ‘hujan kosmik’-nya jauh lebih ngeri. 🙂Hai , blum bisa downlod lagunya kak
Halo fezza. Kalau butuh downloader, bisa lihat catatan kaki artikel ini → ‘register’
Manusia sudah di anugerahi hidup di planet yang luar biasa ‘teeming with life’, mau pindah kemana lagi? Ngurus planet bumi saja tidak bisa, mau mencemarkan planet lainnya yg jelas tidak diciptakan untuk kita? Memang aneh kita tahu suatu ketika semua manusia pasti akan mati, tapi kenapa takut sekali dgn kematian ya?
Btw, saya mampir disini karena mau tanya bagaimana pendapat KK tentang penyebutan bahasa Indonesia dengan kata ‘bahasa’ saja?
Buat saya koq aneh dan tak masuk akal sekali ya? Bahkan suami saya yang hanya mengerti sedikit kata-kata Indonesia balik bertanya :”What language?”
Pertanyaan saya, apakah memang dibenarkan dan diterima mengartikan bahasa Indonesia dengan hanya ‘bahasa’ saja?
Different pieces of the [same] Puzzle, Bu Lois (maksudnya, sesuatu yang saling melengkapi—bukan saling menafikan). Misalnya—kalau menurut saya, berusaha mengenali/memahami ‘Pemberian’ itu adalah juga bagian dari bersyukur. Tetapi perkara bagaimana kita memaknai itu (hal-hal apa saja yang mau kita anggap/akui sebagai ‘gifts’), tentu kembali kepada masing-masing orang ybs itu sendiri. 🙂
Soal sebutan ‘Bahasa’ (dengan ‘B’ besar), saya juga bingung. Pertama kali ngeh ‘nama’ ini selepas SMA dulu (waktu belajar American English). Dan reaksi spontan saya adalah: “Lho, berarti language-nya orang Spanyol/Jerman dll itu semua juga ‘Bahasa’ dong?” (Lha ini kan kaco?! Haha)
Kalau boleh asbak (asal tebak), kira-kiranya yang bikin gara-gara orang asing (terlalu ganjil kalau diinisiasi orang Indonesia sendiri). Dan boleh jadi ‘lahir’-nya antara sekitar awal abad XX (waktu wacana ‘bahasa persatuan’ mulai tergagas) s.d. waktu ‘proyek bikin bahasa’ benar-benar dikerjakan (→‘tailor made’).
Secara pribadi, sebutan rancu ini selalu saya hindari. Misalnya kalau ketemu orang asing yang bahasa Indonesianya OK, saya suka nanya: “Where do/did you learn your Indonesian?” (tidak pernah “Where do you learn Bahasa?”).
Tapi ya gitu, kayaknya sudah ‘salah kaprah‘ (kesalahan yang karena saking umumnya lalu dianggap benar). Jadi kalau ada bule bilang: “Sorry, I don’t really speak Bahasa. Do you speak English?” Ya sayanya welcome saja. 🙂
Ooh, pakai capital B ya? Kalau bule yang bilang Bahasa, ya bisa maklumlah…. tapi yg kesal kalau orang Indonesia yang tinggal di luar negri ikut-ikutan. Kalau menghadapi situasi ini saya selalu mencoba menerangkan bahwa yg betul adalah Indonesian atau bahasa Indonesia…kepada mereka baik itu bule atau orang Indonesia disini.
Suami saya aslinya Belanda, dia bilang kata Dutch (bhs Inggris) juga salah kaprah karena di Netherlands sendiri kata ini tidak dikenal, mereka tidak pernah menamakan diri dan bahasa mereka Dutch. Katanya banyak orang Belanda yang sebetulnya tidak suka dengan nama tsb.
Kalau tinggal lama di luar (atau apalagi kalau dari kecil), memang yang seperti itu sangat berpeluang untuk terjadi ya. Tapi saya terang sebal sama orang kita yang pergi relatif sebentar, eh pulang-pulang jadi ‘kesono-sonoan’ yang dibuat-buat—termasuk yang suka maksa pakai Inggris saat benar-benar tidak sedang perlu (mis “Eh, menurut lu pidato tadi cukup berbobot nggak?”; trus dijawab “Yeah, I think so”—dengan aksen yang juga dibikin-bikin) Kalau kenal akrab, yang model begini pasti langsung saya semprot tanpa ampun, biar kapok nggak nyebelin lagi (Kalau tidak cukup dekat, ya paling cuma mbatin “Wuu.. gayamu!”) 🙂
Terima kasih info orang Belanda tidak suka ‘Dutch’-nya. Baru tahu saya. BTW, meski jelas-jelas ngawur, sebutan ‘Bahasa’ ini kok kesannya jadi seperti ‘Mother of all languages’ gitu ya? Haha..
This is beautiful ~ first the explanation of tidal lock with the analogy of the hammer throw is perfect…and then, of course, you knock it out of the park with the Pink Floyd video 🙂 The recent landing of the Chinese rover on the dark side of the moon was pretty cool, I love when humans expand our knowledge and achievements, nothing quite like it. Wishing you a perfect weekend, and a perfect start to the New Years (calendar and lunar). Cheers!
Aye! Chinese New Year is closing in, and this time they really have something special to celebrate—to humanity’s Joy! Somehow, the hammer throw thing just snapped inside my head (perhaps daddy Archimedes was wandering around that night and then whispered ‘Eureka!’) 🙂 Viva Pink Floyd!
Glad having you around again, my old chap. And thank you. Very much!
PS: Just checked. Still waiting for the sojourns’ report here. But take your time. 🍸
Misi yang sama sulitnya mengetahui tentang kutub utara dan selatan …
Sejarah menegaskan/membuktikan, bahwa manusia butuh waktu (antar-generasi) untuk mengenali lingkungan / dirinya sendiri. Dan salah satu hambatan [mental] terbesar adalah misconception/superstition/false belief. 🙂
PS: Maaf, simbol ‘$’ di ID-nya saya hapus. Blog ini pakai ‘spam/comment watchdog’ Akismet yang saya setel ‘strict’ (galak). Mungkin itu kenapa komen ini masuknya ke folder spam (dan sepertinya lebih baik dihindari juga model komen yang tidak ‘content-related/specific’ seperti “Hi!”). 🙂
Pouring rain outside and wind howling. Early morning….still dark outside. Coffee in a bee mug and this REALLY wonderful post topped off with Pink Floyd in my headphones. Super cool. Thank You for all of this!!! Cheers! 🙂
Past 6 PM here
But with your morning coffee
You’ve just made my day! 🙂 🍸
one of my all time favourite albums, greetings from Italy
Indeed! One of the very best, ever!! 🙂 Cheers!
Amazing and absorbing read. Thank you for sharing.
Thank you Anita. Quite a pleasure having you here. 🙂 Cheers!
great gig …
Pink Floyd 4ever … 😎
Danke Andre. Forever they’ll be! 🙂
Me too. Love Pink Floyd.
🤝
Pas ngeklik judulnya udah curiga kalau ini pasti ada hubungannya sama Pink Floyd. Keren-keren emang lagu di album itu. Mungkin kekerenannya bisa saingan sama album “Is This It”-nya The Strokes. Hehehe….
[Barusan cek wiki/youtube] Wah, saya buta soal The Strokes. Waktu nge-warung tahun 2000’an kemarin, saya lumayan dapat banyak input (dari kustomer) seputar musik yang lagi hits—utamanya yang berkarakter ‘progresif’ (sebut saja begitu). Tapi secara umum, tetap saja saya kebilang enol untuk lagu/grup yang ‘kekinian’.